Kisah Nyata Gamat dari Majalah Trubus
Buah apel jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah itu berlaku bagi istirochah. Dua puluh tahun lampau sang bunda, maemunah, mengembuskan napas terakhir gara-gara kanker payudara. Kanker serupa menyambangi dirinya, istirochah divonis mengidap kanker payudara stadium III-B.
Ajal pun seakan di pelupuk mata. Kejadian berawal pada 2004. Saat itu Ismet yang baru saja menikahi Isti-panggilan akrab Istirochah-mendapati benjolan dengan diameter 5 cm di payudara kiri sang istri tercinta. Benjolan tersebut menurut penuturan Isti sudah ada sejak beberapa tahun sebelumnya. Kaget, Ismet pun segera membawa Isti ke dokter. Warga Semarang Timur itu menolak, mafhum trauma kehilangan sang bunda akibat kanker payudara masih membekas kuat dalam ingatannya.
Ketakutan itu membuat ia hanya bisa pasrah. ‘Mendengar kata dokter saja ia takut,’ tutur Ismet. Ismet pun lantas memberikan pengobatan herbal china pada sang istri, berupa godogan serta kapsul yang rutin dikonsumsi 3 kali sehari. Selang 4 tahun benjolan itu mengempis menjadi 2-3 cm. Ismet merogoh kocek hingga keluar Rp15-juta untuk pengobatan itu. Toh, ternyata tidak memberi kesembuhan. Memasuki 2008, rasa sakit malah pindah ke payudara kanan serasa ditusuk jarum diiringi rasa panas menyengat. Puncaknya pada Februari 2009, payudara kanan Isti pecah dan menyisakan dua lubang selebar 10 cm dan dalam 10 cm. Pinggiran lubang menghitam dan bau busuk pun menguar.
Bech de mer
Menyaksikan kondisi istri tercinta yang merana, Ismet memaksa Isti kembali memeriksakan diri ke dokter. Hasilnya: Isti positif kanker payudara stadium IIIB. Ia pun lantas menjalani kemoterapi seminggu sekali dan mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter. Namun, bukan kesembuhan yang didapat, malah efek samping kemoterapi mulai terlihat: rambut rontok dan nafsu makan hilang. Selain itu kesulitan tidur pun makin menjadi. Tak heran kondisi fisik Isti anjlok dan hanya mampu terbaring pasrah di tempat tidur.
Dalam kepasrahan, secercah harapan muncul. Tetangganya, Ani Widianingsih, yang prihatin menyaksikan kondisi Isti menyarankan konsumi gamat. Isti menurut, dosis ekstrak teripang 3 kali 2 sendok makan per hari rutin dikonsumsi dan tambahan 1 sendok makan setiap jam. Selain itu ia mengasup spriulina 2 kali 5 tablet per hari. Berkat obat-obatan berbahan baku dari samudera inilah Isti bisa tidur nyenyak. ‘Padahal baru 4 hari minum, tapi kondisi tubuh membaik,’ ungkap Isti.
Untuk mengobati luka yang menganga, Isti memasukkan ekstrak teripang dan menutupnya dengan kain kasa. Kain kasa sebelumya diolesi ekstrak bech de mer-sebutan teripang di Perancis. Demikian juga pinggiran lubang yang menghitam diolesi ekstrak gamat. Perawatan ini dilakukan rutin 2 kali sehari, pagi dan sore. Selang sebulan kulit yang menghitam di sekitar luka mulai membaik. Pun tonjolantonjolan daging berwarna kemerahan mulai menghiasi payudaran Isti yang berlubang. Terakhir, 13 Agustus 2009, tonjolan-tonjolan daging itu sudah memenuhi lubang payudara. ‘Tonjolan daging sekarang mulai menutupi lubang yang menganga,’ ungkap Isti.
Puas dengan kemajuan yang dicapai, Isti pun melanjutkan konsumsi. Rehabilitasi sel Keampuhan gamat mengikis kanker ternyata karena kandungan philipnosidenya. Senyawa terpen itu sebagai antitumor. Itu dibuktikan hasil riset Tong Y dari Divisi Farmakologi Antitumor, Shanghai, China. Ia mengisolasi 2-10 mililiter philipnoside A dari gamat, lalu disuntikkan pada aorta tikus pengidap kanker. Hasilnya, sel kanker pada tikus tidak membentuk pembuluh darah mikro baru. Akhirnya sel mati karena tak mendapat pasokan nutrisi.
Sedangkan hasil riset Jaime Rodriguez dari Fakultas Kimia, Universitas Santiago, Spanyol membuktikan bahwa teripang mengandung 0,93 g glikosida yang terdiri dari holothurinoside A, B, C, dan D dengan jumlah masing-masing 40 mg, 9 mg, 15 mg, dan 10 mg. Itu masih diimbuhi 20 mg holothurin A. Semuanya bersatupadu aktif menggempur kanker. Sementara kemampuan gamat dalam meregenerasi sel, menurut dr Luluk Zulfa Agustina dari Pati, aktif merehabilitasi sel-sel yang rusak akibat terjangan kanker.
(Faiz Yajri)